Si kecil si buah hati hadir di tengah kita. Dari alam kesendirian ia datang ke dunia, untuk hidup dan berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Kita pasti mengharapkan buah hati kita bisa hidup dalam tatanan masyarakat secara serasi dan seimbang, pandai berhubungan dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, jauh dari sikap individualistis dan mengasingkan diri dari pergaulan.
Agar si kecil pandai berinteraksi sosial, mari kita melihat petunjuk dan wejangan Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallam, serta contoh dan teladan para shahabat radhiyallahu ‘anhum, yang mengajarkan kepada kita cara mendidik anak dalam bergaul di masyarakat.
Di antara kebiasaan para shahabat radhiyallahu ‘anhum: seorang ayah membawa anaknya ke majelis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Umar radhiyallahu ‘anhu menghadiri majelis Rasulullah bersama anaknya, Abdullah.
أَخْبِرُونِى بِشَجَرَةٍ مَثَلُهَا كمَثَلُ الْمُسْلِمِ، تُؤْتِى أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ، بِإِذْنِ رَبِّهَا، وَلا تَحُتُّ وَرَقَهَا. (قال ابن عمر) فَوَقَعَ فِى نَفْسِى أَنَّهَا النَّخْلَةُ، فَكَرِهْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ وَثَمَّ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
Ibnu umar berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Pohon apa yang perumpamaannya seperti seorang muslim; memberi manfaat kepada orang lain dan tidak gugur daun-daunnya?’” Ibnu Umar berkata, “Terbersit di hatiku bahwa pohon itu adalah pohon kurma. Tapi aku tidak senang berbicara mendahului Abu Bakar dan Umar.” (HR. Bukhari, no. 148)
Dengan membawa si kecil ke majelis orang tua, akan tampak kekurangan dan kebutuhan kita dalam mentarbiyah anak. Ini menjadi motivasi bagi orang tua untuk lebih meningkatkan usahanya dalam mencapai kesempurnaan.
Dengan hadirnya mereka di majelis, kita mendorong mereka ikut menjawab pertanyaan yang diberikan di majelis. Anak akan belajar cara berbicara setelah diizinkan dengan tenang dan penuh adab. Dengan demikian, pikirannya akan berkembang dan jiwanya pun beradab. Mereka belajar tentang pembicaraan orang dewasa sedikit demi sedikit, sampai akhirnya siap terjun ke masyarakat.
Seorang anak yang kita beri kepercayaan untuk mengerjakan sesuatu akan merasa senang karena dihargai. Selain itu, rasa percaya dirinya akan tumbuh sejak kecil. Ia akan berkenalan dengan hal-hal yang semula tidak diketahuinya. Alhasil, pada masa mendatang ia sanggup melakukan tugas tersebut karena sudah mempunyai pengalaman sebelumnya semasa kecil.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suatu hari saya membantu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sampai pekerjaan itu selesai. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidur sebentar, sehingga saya keluar ke tempat anak anak yang sedang bermain. Saya mendatangi mereka untuk melihat permainan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan memberi salam kepada anak-anak yang bermain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku dan mengutusku untuk suatu keperluan. Saya melaksanakan perintahnya.” (HR. Ahmad, no. 13022)
Contoh perintah yang bisa kita jadikan ajang latihan bagi anak adalah meletakkan makanan di meja. Hal ini agar mereka ikut berpartisipasi membantu orang tuanya dalam bekerja. Tugas-tugas yang kita berikan tidak akan pernah dilupakan si kecil dan dia akan bercerita tentangnya ketika mereka besar kelak.
Dengannya, mereka akan tumbuh menjadi sosok yang amanah dan peduli dengan orang lain. Apalagi jika mereka berhasil melaksanakan tugas dengan baik, kita memujinya sebagai bentuk penghargaan kita dan kasih sayang kita kepadanya.
Salam adalah tahiyat, yaitu salam penghormatan di antara kaum muslimin. Anak kita senantiasa bertemu dan bergaul dengan teman-temannya dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini menuntut kita untuk mengajarkan kepada mereka kata pembuka yang harus mereka ucapkan .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan cara yang lembut dalam mengajarkan sunnah salam kepada anak-anak. Caranya, kita terlebih dulu yang memberikan salam kepada mereka sampai mereka terbiasa mendengarnya. Selanjutnya, mereka yang akan memulai duluan.
Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhumelewati anak-anak. Dia mengucapkan salam kepada mereka. Dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal itu.” (HR. Al-Bukhari, no. 17)
Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Ucapan salam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamkepada anak-anak menunjukkan ketawadhuan, akhlak yang agung, dan sifat beliau yang mulia. Hal tersebut juga merupakan pembiasaan terhadap sunnah dan melatih anak-anak dengan adab yang mulia, sehingga jika mereka baligh nanti akan mereka akan beradab dengan adab Islam.” (Syarah Shahih Al-Bukhari, 9:27)
Sudah menjadi fitrah manusia hidup bercampur dengan manusia yang lain dan saling membutuhkan satu sama lain. Begitu pula halnya dengan seorang anak; ia butuh teman yang dekat dengannya, teman bermain, teman belajar, atau teman untuk melewati lika-liku masa kecil bersama.
Orang tua yang cerdik akan memilih teman terbaik buat anaknya, karena hakikatnya ia telah membuka pintu tarbiyah dalam memperbaiki anaknya. Seorang teman yang shalih akan membantu anaknya dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengajarkannya akhlak mulia.
Mari kita lihat kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bemain bersama teman-temannya semasa kecilnya, dan beliau melewati anak-anak yang sedang bermain sementara beliau adalah seorang rasul utusan Allah. Beliau mengucapkan salam kepada mereka, lembut kepada mereka, dan melihat mereka bermain bersama-sama, namun tidak mengusir dan tidak melarang mereka. Semua ini menunjukkan semangat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam agar seorang anak hidup bermasyarakat bersama anak lain serta menjauhi sikap individualistis.
Di acara pesta akan berkumpul banyak orang, anak-anak akan berkumpul dan saling berkenalan. Mereka akan menyaksikan orang tua dan anak-anak bergembira bersama, mendengarkan pembicaraan mereka, dan menyaksikan acara pesta yang indah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat hadirnya anak-anak di acara pernikahan. Beliau membolehkannya serta menyambut kedatangan mereka, dan tidak mengingkarinya. Beliau mendoakan kebaikan untuk seluruh orang yang hadir, termasuk juga untuk anak-anak.
Ketika anak keluar dari rumahnya menuju rumah sepupu atau paman atau kakeknya – yang merupakan keluarga islami – maka itu merupakan bentuk latihan bagi sang anak dalam bergaul dengan keluarga yang lain selain ibu, bapak, dan saudaranya. Mereka akan mengambil faedah dari keshalihan kerabatnya itu, berupa ilmu, ketakwaan, dan ibadah.
Hal ini akan menambah rasa cinta dengan keluarga serta membawa pengaruh yang baik jika si anak besar nanti. Anak tersebut akan mengingat masa bermalamnya bersama sang sepupu atau bersama sang kakek, dan ia diajak untuk beribadah bersama mereka.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya bermalam di rumah bibiku, Maimunah binti Al-Harits, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al-Bukhari, no. 53)
Dalam riwayat ini, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengajarkan kepada para anak untuk bersemangat bemalam di rumah kerabatnya yang shalih serta mengambil faedah dari mereka. Wallahu a’lam.
Maraji’:
***
Artikel Muslimah.Or.Id